Rabu, 02 Oktober 2013

Cerpen : senyuman seorang Ballerina Part II



         Usai ujian aku membuntutinya lagi ke pantai, aku tahu aku nampaknya sudah mulai gila. Tapi, bagiku ini jauh lebih menarik dari pada untuk pulang cepat dan menyiapkan study ke luar negeriku. Entahlah, aku hanya mengikuti kata hatiku saja. Berkali – kali aku membuntutinya dan berkali – kali pula aku diusirnya. Tapi, aku tak lelah untuk ingin terus menjaganya, walau hanya dari kejauhan.

Ku sodorkan sapu tanganku kepadanya, namun ia hanya diam. Aku tak tega melihatnya menangis. Ini sangat menyakitkan jika ku ingat dirinya yang selalu tersenyum,dulu. Aku hendak mengusap air matanya, namun ia segera menampiknya.

“Sebesar apapun usahamu untuk menghapus air mata ini. Ini tak akan bisa mengubahnya, walau air mata ini kering”. Ucapnya sendu.

“Aku hanya ingin menghiburmu sebagai seorang…,teman”. Ucapku hati – hati

Kami pun duduk bersama di tengah teriknya pantai, perlahan – lahan kami mulai membuka percakapan.

“Usai lulus nanti, apa harapanmu?” tanyaku.

“Tidak ada”. Jawabnya.

“Bukankah kau mempunyai mimpi yang besar?. Kamu pernah menceritakannya dulu, di acara balet bulan lalu”.

 “Aku sudah tak ingin, dulu aku memang sangat menginginkannya. Tapi, harapan itu sudah hilang”.

“Hilang…?” Jawabku bingung.

“Bukankah harapan itu harus ada tujuan?.  Harapan yang tak hanya sekedar berharap tanpa ada tujuan yang jelas. Seperti kamu yang ingin sukses bermusik demi membanggakan orang tuamu. Dan kamu ingin terus hidup karna ada orang yang menyayangimu disekitarmu, begitupun sebaliknya. Harapanmu hidup adalah mereka yang kamu sayang. Lalu jika mereka semua hilang, apa yang harus kamu lakukan?. Selain menunggu kematianmu, menunggu hari tenangmu untuk selama – lamanya”.

“Mungkin.., kalo aku mengalami hal itu. Aku tidak mau terlarut dalam situasi tenggelam ku. Bagaimanapun hidup harus terus berjalan, aku yakin akan ada harapan baru dan orang – orang baru”.

Ku tatap matanya dengan penuh keyakinan dan tiba – tiba saja ku pegang erat tangannya. Aku tidak tahu mengapa aku seperti itu, ini terjadi begitu saja.

“Kamu mudah bilang begitu, karna kamu nggak pernah ngerasain, Dean. Oke, mungkin aku gila menceritakan ini kepada mu”.

Ia diam sebentar dan mengatur nafasnya seperti hendak menceritakan hal terpahit dalam hidupnya.

“Menyakitkan, dilahirkan sebagai seorang Kinar. Ayah ku seorang pekerja keras, aku saja jarang sekali melihatnya. Tiap malam orang tua ku selalu ribut. Mereka tak sadar kalau didalam rumahnya ada anak berusia 8 tahun. Aku hampir sakit jiwa saat itu. Tapi, setelah kejadian itu aku punya tetangga baru. Tetanggaku mempunyai anak laki – laki yang bernama Rey. Dia beda dua tahun dengan ku. Kami menjadi menjadi sangat akrab, selalu bersama. Bahkan sampai ke dua orang tuaku pisah dan aku pindah, kami selalu menyempatkan waktu tuk bersama. Dia mengajarkan banyak hal, membuatku selalu ceria. Aku sangat menyayanginya, Sampai suatu hari, ibuku menyuruh ku untuk pergi dari rumah. Hanya dia satu – satu nya orang yang ada buat aku saat itu”.

“Kenapa ibumu menyuruhmu  pergi?”

“Karna pekerjaannya, semenjak cerai ibuku jadi bekerja keras untuk hidup kami berdua. Dulu aku tidak tahu pekerjaan ibu itu apa, karna ia tidak pernah menceritakannya. Tapi, suatu hari aku tahu ibuku seorang pelacur. Aku benci sekali saat itu. Tiap kali teman ibu datang, aku tidak pernah di ijinkan untuk menemui mereka. Aku tahu ibu selau menjagaku, ibu tidak ingin teman – temannya tahu ia mempunyai seorang anak perempuan. Ibu selalu menutup rapat – rapat jati diriku. Tapi, sekarang itu sudah tidak bisa di pertahankan lagi. Dan aku di suruh pergi olehnya. Terakhir aku kerumahnya, ibu sudah tidak tinggal disitu lagi. Tak ada sedikit pesan pun yang ia tinggalkan. Tapi, aku yakin ibu masih hidup. Lalu Rey menyuruhku untuk ikut lomba balet, aku di beritahu olehnya acara tersebut akan ditampilkan di tv. Mungkin saja ibuku bisa melihat ku, karna ibuku juga menyukai balet. Tapi, semua itu sia – sia”. Ucapnya sekuat tenaga, menahan air mata yang tak mau di bendung.

“Ya, aku tahu. Kau tiba – tiba menghilang entah kemana”. Jawabku

“Itu karna Rey mengalami kecelakaan. Ia meninggal saat aku menuju kerumah sakit. Aku belum sempat menepati janjiku untuknya bahkan tuk berkata aku sangat mencintainya pun tak sempat. Kenapa orang yang aku sayang selalu meninggalkan aku tanpa sedikit pesan ”.

“Dulu.., aku pikir kalian sepasang kekasih?”.

“ Semua orang pasti selalu bilang begitu. Tapi, kami tidak pacaran. Aku tahu selama kami bersama, Rey itu gak punya pacar. Rasanya susah banget buat bilang kata cinta. Sampai sekarang aku gak tahu perasaan Rey yang sebenarnya itu gimana. Aku terlalu takut buat nyatain duluan. Terlalu takut kehilangan sampai rasa cinta pun tak pernah bisa terucap”.

“Tapi, menurutku Rey juga punya perasaan yang sama kok. Beberapa kali kita bertiga bertemu aku selalu tahu yang ada di mata Rey tuh cuma kamu”.

***

         Usai percakapan tadi aku terus berpikir agar Kinar terus mempunyai harapan untuk hidup. Aku tahu tekadnya besar, aku tahu dia rindu orang tuanya. Orang tuany masih hidup, tapi tak tahu entah kemana. Menelantarkannya di usia belia seperti ini. Ini lebih menyakitkan bila di bandingkan di tinggal mati. Hidup dengan haus kasih sayang tak bisa kubayangkan. Ia perempuan, tapi ia lebih kuat 1000 kali dari pada aku. Aku yang menggantungkan harapan untuk orang tuaku yang masih ada didepanku. Tapi, Kinar menggantungkan harapan yang semu. Berharap orang tuanya kembali dan mengingat anaknya, Kinar.

*** 

         Kinar jauh lebih menyukai mawar putih. Mungkin karena Rey juga menyukainya, mungkin  itu pula alasan dia selalu membawa mawar putih. Alasan agar Rey selalu bersamanya. Aku ingat ucapannya di pantai lalu.

“Aku kalo kangen selalu kesini dan selalu membawa bunga mawar, karna laut itu tak pernah ada akhirnya. Aku berharap Rey tak pernah berakhir dari hidup aku”.

         Jujur, itu hanyalah omong kosong. Orang yang sudah mati tak akan pernah kembali. Rey meninggal saat menuju perlombaan balet. Mungkin ini membuat Kinar trauma akan balet. Ia berjanji akan menjadi penari yang terbaik saat itu, di depan Rey dan di depan semua mata penonton. Tapi, harapan besar itu langsung lenyap begitu saja. Andai saja Kinar tidak meninggalkan panggung, aku yakin ia memang yang terbaik. Aku tahu itu.

        Setiap hari aku mengirimnya bunga berwana – warni  kerumahnya. Aku mendapati alamat rumahnya setelah beberapa kali membuntutinya. Aku tahu kinar menyukai mawar putih. Tapi, aku hanya ingin berharap, kelak hidup Kinar akan lebih berwarna seperti bunga – bunga yang aku kirimkan kepadanya. Aku ingat kata – kata Kinar harapan ada karna rasa cinta. Tapi, aku tak tahu apakah harapan ini benar – benar cinta?.

***

        Sejak saat itu aku jadi dekat dengannya. Sedikit demi sedikit Kinar telah membuaka hatinya. Ia tak terlalu pemurung seperti dahulu. Aku masih ingat bagaimana ia terus menghindar, dulu. Aku semakin berat untuk jauh darinya. Aku belum sempat cerita kepadanya kalu aku akan melanjutkan study ke Korea. Dan aku terlalu takut untuk memberi harapan yang lebih kepadanya. Datang hanya untuk meninggalkan, aku tak mau seperti itu.

       Tiga bulan belakangan ini kami selalu bersama, tapi kinar enggan untuk menari lagi walaupun aku telah mebujuknya berkali – kali. Aku pun sudah beberapakali mengajaknya kerumahku. Ibuku sangat senang dengan kehadiran Kinar. Karena sebelumnya aku tak pernah membawa teman perempuan kerumah seoarang diri.

Di rumah Kinar

        Kinar tengah memainkan kotak musik. Kotak musik itu pemberian Rey. Kotak musik classic itu sangat cantik dengan seorang ballerina yang menari di atasnya. Aku tahu tak mudah menggantikan posisi Rey di hati Kinar. Apalagi dengan melihar barang – barang di kamar Kinar. Semuanya rata – rata pemberian Rey dan itu semua tentang balet. Aku ingin Kinar jauh lebih menikmati hidup. Hidup yang sesungguhnya, hidup yang bukan hanya angan – angan dengan orang yang telah tiada.

“ Aku tahu kok, kamu masih ingin menjadi ballerina”.

“ Balet memang impian ku, Dean. Tapi……,” . Ucapnya terputus

“ Tapi apa?”. 

“ Tapi.., aku ingin menari balet lagi kalo kamu jadi patner nari aku tapi kamu harus pake baju ballerina kayak aku”. Ucapnya penuh tawa menggelegak

Kami menjadi semakin akrab dan terbuka. Beberapa kali kami pergi berdua hanya untuk sekedar makan atau menonton film. Aku sempatkan pergi bersamanya di tengah kesibukan mengurus study ku. Kini aku tahu sosok Kinar sebenarnya. Ia memang sosok yang sangat ceria, ramah dan hangat.


To be continue 
by : April

Tidak ada komentar:

Posting Komentar