Usai ujian aku
membuntutinya lagi ke pantai, aku tahu aku nampaknya sudah mulai gila. Tapi,
bagiku ini jauh lebih menarik dari pada untuk pulang cepat dan menyiapkan study
ke luar negeriku. Entahlah, aku hanya mengikuti kata hatiku saja. Berkali – kali
aku membuntutinya dan berkali – kali pula aku diusirnya. Tapi, aku tak lelah
untuk ingin terus menjaganya, walau hanya dari kejauhan.
Ku sodorkan sapu
tanganku kepadanya, namun ia hanya diam. Aku tak tega melihatnya menangis. Ini
sangat menyakitkan jika ku ingat dirinya yang selalu tersenyum,dulu. Aku hendak
mengusap air matanya, namun ia segera menampiknya.
“Sebesar apapun usahamu
untuk menghapus air mata ini. Ini tak akan bisa mengubahnya, walau air mata ini
kering”. Ucapnya sendu.
“Aku hanya ingin
menghiburmu sebagai seorang…,teman”. Ucapku hati – hati
Kami pun duduk bersama
di tengah teriknya pantai, perlahan – lahan kami mulai membuka percakapan.
“Usai lulus nanti, apa
harapanmu?” tanyaku.
“Tidak ada”. Jawabnya.
“Bukankah kau mempunyai
mimpi yang besar?. Kamu pernah menceritakannya dulu, di acara balet bulan
lalu”.
“Aku sudah tak
ingin, dulu aku memang sangat menginginkannya. Tapi, harapan itu sudah hilang”.
“Hilang…?” Jawabku
bingung.
“Bukankah harapan itu
harus ada tujuan?. Harapan yang tak
hanya sekedar berharap tanpa ada tujuan yang jelas. Seperti kamu yang ingin
sukses bermusik demi membanggakan orang tuamu. Dan kamu ingin terus hidup karna
ada orang yang menyayangimu disekitarmu, begitupun sebaliknya. Harapanmu hidup
adalah mereka yang kamu sayang. Lalu jika mereka semua hilang, apa yang harus
kamu lakukan?. Selain menunggu kematianmu, menunggu hari tenangmu untuk selama –
lamanya”.
“Mungkin.., kalo aku
mengalami hal itu. Aku tidak mau terlarut dalam situasi tenggelam ku.
Bagaimanapun hidup harus terus berjalan, aku yakin akan ada harapan baru dan
orang – orang baru”.
Ku tatap matanya dengan
penuh keyakinan dan tiba – tiba saja ku pegang erat tangannya. Aku tidak tahu
mengapa aku seperti itu, ini terjadi begitu saja.
“Kamu mudah bilang
begitu, karna kamu nggak pernah ngerasain, Dean. Oke, mungkin aku gila
menceritakan ini kepada mu”.
Ia diam sebentar dan
mengatur nafasnya seperti hendak menceritakan hal terpahit dalam hidupnya.
“Menyakitkan, dilahirkan
sebagai seorang Kinar. Ayah ku seorang pekerja keras, aku saja jarang sekali
melihatnya. Tiap malam orang tua ku selalu ribut. Mereka tak sadar kalau didalam
rumahnya ada anak berusia 8 tahun. Aku hampir sakit jiwa saat itu. Tapi,
setelah kejadian itu aku punya tetangga baru. Tetanggaku mempunyai
anak laki – laki yang bernama Rey. Dia beda dua tahun dengan ku. Kami menjadi
menjadi sangat akrab, selalu bersama. Bahkan sampai ke dua orang tuaku pisah
dan aku pindah, kami selalu menyempatkan waktu tuk bersama. Dia mengajarkan
banyak hal, membuatku selalu ceria. Aku sangat menyayanginya, Sampai suatu
hari, ibuku menyuruh ku untuk pergi dari rumah. Hanya dia satu – satu nya orang
yang ada buat aku saat itu”.
“Kenapa ibumu menyuruhmu
pergi?”
“Karna pekerjaannya,
semenjak cerai ibuku jadi bekerja keras untuk hidup kami berdua. Dulu aku tidak
tahu pekerjaan ibu itu apa, karna ia tidak pernah menceritakannya. Tapi, suatu
hari aku tahu ibuku seorang pelacur. Aku benci sekali saat itu. Tiap kali teman
ibu datang, aku tidak pernah di ijinkan untuk menemui mereka. Aku tahu ibu
selau menjagaku, ibu tidak ingin teman – temannya tahu ia mempunyai seorang
anak perempuan. Ibu selalu menutup rapat – rapat jati diriku. Tapi, sekarang
itu sudah tidak bisa di pertahankan lagi. Dan aku di suruh pergi olehnya. Terakhir
aku kerumahnya, ibu sudah tidak tinggal disitu lagi. Tak ada sedikit pesan pun
yang ia tinggalkan. Tapi, aku yakin ibu masih hidup. Lalu Rey menyuruhku untuk
ikut lomba balet, aku di beritahu olehnya acara tersebut akan ditampilkan di
tv. Mungkin saja ibuku bisa melihat ku, karna ibuku juga menyukai balet. Tapi,
semua itu sia – sia”. Ucapnya sekuat tenaga, menahan air mata yang tak mau di bendung.
“Ya, aku tahu. Kau tiba –
tiba menghilang entah kemana”. Jawabku
“Itu karna Rey mengalami
kecelakaan. Ia meninggal saat aku menuju kerumah sakit. Aku belum sempat menepati
janjiku untuknya bahkan tuk berkata aku sangat mencintainya pun tak sempat.
Kenapa orang yang aku sayang selalu meninggalkan aku tanpa sedikit pesan ”.
“Dulu.., aku pikir kalian
sepasang kekasih?”.
“ Semua orang pasti
selalu bilang begitu. Tapi, kami tidak pacaran. Aku tahu selama kami bersama,
Rey itu gak punya pacar. Rasanya susah banget buat bilang kata cinta. Sampai
sekarang aku gak tahu perasaan Rey yang sebenarnya itu gimana. Aku terlalu
takut buat nyatain duluan. Terlalu takut kehilangan sampai rasa cinta pun tak
pernah bisa terucap”.
“Tapi, menurutku Rey
juga punya perasaan yang sama kok. Beberapa kali kita bertiga bertemu aku
selalu tahu yang ada di mata Rey tuh cuma kamu”.
***
Usai percakapan tadi aku
terus berpikir agar Kinar terus mempunyai harapan untuk hidup. Aku tahu
tekadnya besar, aku tahu dia rindu orang tuanya. Orang tuany masih hidup, tapi
tak tahu entah kemana. Menelantarkannya di usia belia seperti ini. Ini lebih
menyakitkan bila di bandingkan di tinggal mati. Hidup dengan haus kasih sayang
tak bisa kubayangkan. Ia perempuan, tapi ia lebih kuat 1000 kali dari pada aku.
Aku yang menggantungkan harapan untuk orang tuaku yang masih ada didepanku.
Tapi, Kinar menggantungkan harapan yang semu. Berharap orang tuanya kembali dan
mengingat anaknya, Kinar.
***
Kinar jauh lebih
menyukai mawar putih. Mungkin karena Rey juga menyukainya, mungkin itu pula alasan dia selalu membawa mawar
putih. Alasan agar Rey selalu bersamanya. Aku ingat ucapannya di pantai lalu.
“Aku kalo kangen selalu
kesini dan selalu membawa bunga mawar, karna laut itu tak pernah ada akhirnya.
Aku berharap Rey tak pernah berakhir dari hidup aku”.
Jujur, itu hanyalah
omong kosong. Orang yang sudah mati tak akan pernah kembali. Rey meninggal saat
menuju perlombaan balet. Mungkin ini membuat Kinar trauma akan balet. Ia
berjanji akan menjadi penari yang terbaik saat itu, di depan Rey dan di depan semua
mata penonton. Tapi, harapan besar itu langsung lenyap begitu saja. Andai saja
Kinar tidak meninggalkan panggung, aku yakin ia memang yang terbaik. Aku tahu
itu.
Setiap hari aku mengirimnya
bunga berwana – warni kerumahnya. Aku
mendapati alamat rumahnya setelah beberapa kali membuntutinya. Aku tahu kinar
menyukai mawar putih. Tapi, aku hanya ingin berharap, kelak hidup Kinar akan
lebih berwarna seperti bunga – bunga yang aku kirimkan kepadanya. Aku ingat
kata – kata Kinar harapan ada karna rasa cinta. Tapi, aku tak tahu apakah
harapan ini benar – benar cinta?.
***
Sejak saat itu aku jadi
dekat dengannya. Sedikit demi sedikit Kinar telah membuaka hatinya. Ia tak
terlalu pemurung seperti dahulu. Aku masih ingat bagaimana ia terus menghindar,
dulu. Aku semakin berat untuk jauh darinya. Aku belum sempat cerita kepadanya
kalu aku akan melanjutkan study ke Korea. Dan aku terlalu takut untuk memberi harapan
yang lebih kepadanya. Datang hanya untuk meninggalkan, aku tak mau seperti itu.
Tiga bulan belakangan
ini kami selalu bersama, tapi kinar enggan untuk menari lagi walaupun aku telah
mebujuknya berkali – kali. Aku pun sudah beberapakali mengajaknya kerumahku.
Ibuku sangat senang dengan kehadiran Kinar. Karena sebelumnya aku tak pernah
membawa teman perempuan kerumah seoarang diri.
Di rumah Kinar
Kinar tengah memainkan
kotak musik. Kotak musik itu pemberian Rey. Kotak musik classic itu sangat
cantik dengan seorang ballerina yang menari di atasnya. Aku tahu tak mudah
menggantikan posisi Rey di hati Kinar. Apalagi dengan melihar barang – barang di
kamar Kinar. Semuanya rata – rata pemberian Rey dan itu semua tentang balet.
Aku ingin Kinar jauh lebih menikmati hidup. Hidup yang sesungguhnya, hidup yang
bukan hanya angan – angan dengan orang yang telah tiada.
“ Aku tahu kok, kamu
masih ingin menjadi ballerina”.
“ Balet memang impian
ku, Dean. Tapi……,” . Ucapnya terputus
“ Tapi apa?”.
“ Tapi.., aku ingin
menari balet lagi kalo kamu jadi patner nari aku tapi kamu harus pake baju
ballerina kayak aku”. Ucapnya penuh tawa menggelegak
Kami menjadi semakin
akrab dan terbuka. Beberapa kali kami pergi berdua hanya untuk sekedar makan
atau menonton film. Aku sempatkan pergi bersamanya di tengah kesibukan
mengurus study ku. Kini aku tahu sosok Kinar sebenarnya. Ia memang sosok yang
sangat ceria, ramah dan hangat.
To be continue
by : April