Kamu tampak indah dengan pakaina itu,
anggun dan menawan. Kamu selalu tersenyum manis. Ingin sekali aku menciummu.
Tapi, itu tak mungkin, sangat tidak mungkin untuk ku lakukan. Kamu selalu datang
lebih awal dari teman – teman mu. Berlatih dengan tekun dan ramah dengan
siapapun.Sayangnya itu dulu, dulu sebelum aku jauh lebih mengenalmu. Tapi, kini
aku semakin bingung, bingung karena semakin aku dekat denganmu, kamu malah
semakin jauh. Jauh membawa semua senyumanmu. Hilang dibola mataku. Aku tak tahu
apa yang terjadi denganmu. Sejak kejadian itu, ya sejak itu sepertinya kau
sangat terpukul.
***
Pagi ini sangat cerah,
aku pun bergegas kekamar mandi dan bersiap – siap untuk ujian sekolahku. Ujian
ini sedikit menakutkan karena ini ujian terakhirku di SMA. Aku punya impian
untuk melanjutkan study ku ke luar negeri. Aku ingin mengambil sekolah musik.
Maka dari itu, aku tak boleh gagal dalam hal ini.
“Good Morning….,”
menyapa ibuku yang sangat aku cinta
Di meja makan ini, hanya kami berdua, aku dan ibuku. Menjengkelkan karna tak
pernah ada kata ramai dirumah ini. Papah hanya berada dirumah satu tahun
sekali. Ibuku di vonis tidak bisa memiliki punya anak lagi setelah melahirkan
aku. Aku tahu itu sangat terpukul bagi seorang ibu. Maka dari itu aku sangat
mencintainya begitupun dirinya kepadaku. Aku tak peduli teman – temanku selalu
mengejekku anak mami.
“Gimana, sudah siap
ujian nak?”. Tanya ibuku tersenyum
“Harus siap dong mah”
“Mamah, papah, sudah
mempersiapkan yang terbaik untuk mu, nak. Usai lulus nanti, kamu pasti senang
kan?”
Ibuku berkata dengan penuh harap. Aku tak bisa melukai senyuman ibuku. Aku tak
tahu apa yang terjadi pada dirinya, ketika aku mengecewakannya nanti.
***
Di sekolah
“Hi, Dean.., katanya lo mau
lanjutin study ke luar negri ya?”.Sapa seorang temanku, Rani.
“ Ya, rencananya si
begitu”
“ Wah.., enak banget ya
lo, Dean. Kalo gue sih……,”
“Kring…, kring..,”
Suara bel memutuskan
percakapan kami.
“Yah.., bel. Oya Dean
gue kekelas dulu ya” ucap temanku sambil pergi meninggalkan ku.
Aku tak tahu kenapa teman – teman ku semua tahu aku akan melanjutkan study ke
luar negeri. Bagiku, ini bukan hal yang luar biasa. Tapi, mungkin ini berbeda
bagi mereka. Aku memang orang kaya raya. Tapi, aku sekolah di sekolah biasa.
Aku tidak memilih sekolah ellite atau terfavorit. Walaupun orang tuaku kurang
setuju, dulu. Aku ingin menjadi rakyat biasa. Disini jauh lebih nyaman dan
bersahabat. Mereka semua baik dan rajin. Teman – temanku disini memberikan
makna hidup yang lebih. Ini jauh berbeda dari teman – temanku dulu, yang selalu
ingin menjadi nomor satu dengan kekayaan orang tua mereka. Tanpa tau bagaimana
orang tua mereka memfasilitasi mereka dengan keringat yang bercucuran. Mereka
hanya tahu, mereka lahir dengan hidup yang sudah terlanjur enak. Begitulah
mereka, yang selalu membanggakan diri mereka sendiri.
Usai sekolah
Itu dia, gadis misterius yang selalu ingin aku miliki. Dia selalu tampak
murung, Aku tahu dia tak seperti itu sebelumnya. Aku penasaran, jadi aku
membuntutinya.
“Pantai..,” ucapku
stengah berbisik
Mataku terus tertuju pada seorang gadis yang bernama Kinar tersebut. Lalu, ia
pun mengambil setangkai mawar putih dari dalam tasnya. Ia diam seperti berdoa.
Aku tak mengerti apa yang ia lakukan disana. Setelah lama terdiam, ia segera
menyeka air matanya. Tak kuasa ku menahan rasa penasaran ku terhadapnya. Tapi,
jika aku mendekatinya aku takut ia akan marah kepadaku. Rasa ragu ini semakin
berkecambuk. Antara aku ingin menghiburnya atau tetap disini memandanginya. Dan
aku pun memilih untuk menghiburnya. Ku dekati langkahku menuju tubuhnya.
“Bukankah sekarang ada
jadwal menari balet?”. Ucapku mencoba memulai percakapan.
“Dean..,”. Jawabnya
penuh rasa bingung.
“Sorry, aku buntutin
kamu. Tapi, aku harap kamu jangan tersinggung”.
“Jadi.., kamu udah lama
disini?”.
Aku hanya mengangguk,
aku tahu ia sedikit kesal kulihat dari raut wajahnya.
“ Hmm…, kamu engga
menari lagi?”. Ucapku memecah keheningan.
“Padahal kamu jago
banget loh”. Tambah ku memuji.
“ Jangan ingatkan aku
tentang itu”. Ucapnya ketus lalu pergi meninggalkan ku.
Seketika aku jadi merasa bersalah, matanya berkaca – kaca saat ia mengucapkan
itu. Seperti ada rasa trauma, entah itu apa?. Kata terakhirnya itu membuatku
amat bersalah. Aku pergi ke tempat ia biasa berlatih menari balet. Tapi, tak
kulihat dirinya bahkan, namanya pun tak tercantum di salah satu peserta balet
yang akan menari di Eropa. Aku paham, kenapa namanya tidak ada. Tepat satu
bulan yang lalu, saat aku menjadi salah satu pengisi acara di pemilihan
ballerina tersebut. Aku lihat dirinya masih sangat bahagia. Bahagia menunggu
moment tersebut. Mustahil, bila ia tak terpilih. Karena ia ballerina terbaik
setahuku. Tapi, aku tidak tahu kenapa ia meninggalkan tempat itu usai berhias.
Ia pun tak sempat menunjukkan bakatnya didepan juri. Dan sejak saat itu aku
tahu dia menghilang dari pandanganku.
Aku sempat dekat dengannya karna acara tersebut. Kami sama – sama menyukai seni
dan musik. Ia pernah bilang ini adalah moment penting baginya. Moment untuk
menunjukkan pada dunia, kalau dia itu ada. Dia ingin berada di dunia ini karena
ada yang mengenalnya. Kami saling bercerita tp, hanya sekedar mengenai cita –
cita. Ia tak pernah berbicara mengenai hal pribadinya. Bahkan, aku tak tahu
dimana rumahnya. Kami satu sekolah, tapi entah kenapa kini kami bagaikan orang
asing. Aku tak tahu, sejak kejadian itu dia menghilang seakan – akan menutup
dirinya untuk semua orang bahkan aku. Aku yang hanya sempat menjadi bagian
darinya di acara tersebut.
To be continue
by : April