Minggu, 15 September 2013

Cerpen : Senyuman Seorang Ballerina

                Kamu tampak indah dengan pakaina itu, anggun dan menawan. Kamu selalu tersenyum manis. Ingin sekali aku menciummu. Tapi, itu tak mungkin, sangat tidak mungkin untuk ku lakukan. Kamu selalu datang lebih awal dari teman – teman mu. Berlatih dengan tekun dan ramah dengan siapapun.Sayangnya itu dulu, dulu sebelum aku jauh lebih mengenalmu. Tapi, kini aku semakin bingung, bingung karena semakin aku dekat denganmu, kamu malah semakin jauh. Jauh membawa semua senyumanmu. Hilang dibola mataku. Aku tak tahu apa yang terjadi denganmu. Sejak kejadian itu, ya sejak itu sepertinya kau sangat terpukul.
***
Pagi ini sangat cerah, aku pun bergegas kekamar mandi dan bersiap – siap untuk ujian sekolahku. Ujian ini sedikit menakutkan karena ini ujian terakhirku di SMA. Aku punya impian untuk melanjutkan study ku ke luar negeri. Aku ingin mengambil sekolah musik. Maka dari itu, aku tak boleh gagal dalam hal ini.

“Good Morning….,” menyapa ibuku yang sangat aku cinta

                Di meja makan ini, hanya kami berdua, aku dan ibuku. Menjengkelkan karna tak pernah ada kata ramai dirumah ini. Papah hanya berada dirumah satu tahun sekali. Ibuku di vonis tidak bisa memiliki punya anak lagi setelah melahirkan aku. Aku tahu itu sangat terpukul bagi seorang ibu. Maka dari itu aku sangat mencintainya begitupun dirinya kepadaku. Aku tak peduli teman – temanku selalu mengejekku anak mami.

“Gimana, sudah siap ujian nak?”. Tanya ibuku tersenyum

“Harus siap dong mah”

“Mamah, papah, sudah mempersiapkan yang terbaik untuk mu, nak. Usai lulus nanti, kamu pasti senang kan?”
                Ibuku berkata dengan penuh harap. Aku tak bisa melukai senyuman ibuku. Aku tak tahu apa yang terjadi pada dirinya, ketika aku mengecewakannya nanti.
***
Di sekolah

“Hi, Dean.., katanya lo mau lanjutin study ke luar negri ya?”.Sapa seorang temanku, Rani.

“ Ya, rencananya si begitu”

“ Wah.., enak banget ya lo, Dean. Kalo gue sih……,”

“Kring…, kring..,”

Suara bel memutuskan percakapan kami.

“Yah.., bel. Oya Dean gue kekelas dulu ya” ucap temanku sambil pergi meninggalkan ku.

                Aku tak tahu kenapa teman – teman ku semua tahu aku akan melanjutkan study ke luar negeri. Bagiku, ini bukan hal yang luar biasa. Tapi, mungkin ini berbeda bagi mereka. Aku memang orang kaya raya. Tapi, aku sekolah di sekolah biasa. Aku tidak memilih sekolah ellite atau terfavorit. Walaupun orang tuaku kurang setuju, dulu. Aku ingin menjadi rakyat biasa. Disini jauh lebih nyaman dan bersahabat. Mereka semua baik dan rajin. Teman – temanku disini memberikan makna hidup yang lebih. Ini jauh berbeda dari teman – temanku dulu, yang selalu ingin menjadi nomor satu dengan kekayaan orang tua mereka. Tanpa tau bagaimana orang tua mereka memfasilitasi mereka dengan keringat yang bercucuran. Mereka hanya tahu, mereka lahir dengan hidup yang sudah terlanjur enak. Begitulah mereka, yang selalu membanggakan diri mereka sendiri.

Usai sekolah

                Itu dia, gadis misterius yang selalu ingin aku miliki. Dia selalu tampak murung, Aku tahu dia tak seperti itu sebelumnya. Aku penasaran, jadi aku membuntutinya.

“Pantai..,” ucapku stengah berbisik

                Mataku terus tertuju pada seorang gadis yang bernama Kinar tersebut. Lalu, ia pun mengambil setangkai mawar putih dari dalam tasnya. Ia diam seperti berdoa. Aku tak mengerti apa yang ia lakukan disana. Setelah lama terdiam, ia segera menyeka air matanya. Tak kuasa ku menahan rasa penasaran ku terhadapnya. Tapi, jika aku mendekatinya aku takut ia akan marah kepadaku. Rasa ragu ini semakin berkecambuk. Antara aku ingin menghiburnya atau tetap disini memandanginya. Dan aku pun memilih untuk menghiburnya. Ku dekati langkahku menuju tubuhnya.

“Bukankah sekarang ada jadwal menari balet?”. Ucapku mencoba memulai percakapan.

“Dean..,”. Jawabnya penuh rasa bingung.

“Sorry, aku buntutin kamu. Tapi, aku harap kamu jangan tersinggung”.

“Jadi.., kamu udah lama disini?”.

Aku hanya mengangguk, aku tahu ia sedikit kesal kulihat dari raut wajahnya.

“ Hmm…, kamu engga menari lagi?”. Ucapku memecah keheningan.

“Padahal kamu jago banget loh”. Tambah ku memuji.

“ Jangan ingatkan aku tentang itu”. Ucapnya ketus lalu pergi meninggalkan ku.

                Seketika aku jadi merasa bersalah, matanya berkaca – kaca saat ia mengucapkan itu. Seperti ada rasa trauma, entah itu apa?. Kata terakhirnya itu membuatku amat bersalah. Aku pergi ke tempat ia biasa berlatih menari balet. Tapi, tak kulihat dirinya bahkan, namanya pun tak tercantum di salah satu peserta balet yang akan menari di Eropa. Aku paham, kenapa namanya tidak ada. Tepat satu bulan yang lalu, saat aku menjadi salah satu pengisi acara di pemilihan ballerina tersebut. Aku lihat dirinya masih sangat bahagia. Bahagia menunggu moment tersebut. Mustahil, bila ia tak terpilih. Karena ia ballerina terbaik setahuku. Tapi, aku tidak tahu kenapa ia meninggalkan tempat itu usai berhias. Ia pun tak sempat menunjukkan bakatnya didepan juri. Dan sejak saat itu aku tahu dia menghilang dari pandanganku.
                Aku sempat dekat dengannya karna acara tersebut. Kami sama – sama menyukai seni dan musik. Ia pernah bilang ini adalah moment penting baginya. Moment untuk menunjukkan pada dunia, kalau dia itu ada. Dia ingin berada di dunia ini karena ada yang mengenalnya. Kami saling bercerita tp, hanya sekedar mengenai cita – cita. Ia tak pernah berbicara mengenai hal pribadinya. Bahkan, aku tak tahu dimana rumahnya. Kami satu sekolah, tapi entah kenapa kini kami bagaikan orang asing. Aku tak tahu, sejak kejadian itu dia menghilang seakan – akan menutup dirinya untuk semua orang bahkan aku. Aku yang hanya sempat menjadi bagian darinya di acara tersebut.


To be continue
by : April 




Selasa, 10 September 2013

Abracadabra..,

I heat up,
 I can't cool down
You got me spinnin
''Round and 'round'
Round and 'round and 'round it goes
Where it stops nobody knows
Every time you call my name
I heat up like a burnin' flame
Burnin' flame full of desire
Kiss me baby, let the fire get higher

Abra-abra-cadabraI want to reach out and grab ya
Abra-abra-cadabra
Abracadabra

You make me hot, you make me sigh
You make me laugh, you make me cry
Keep me burnin' for your love
With the touch of a velvet glove

Abra-abra-cadabra
I want to reach out and grab ya
Abra-abra-cadabra
Abracadabra

I feel the magic in your caress
I feel magic when I touch your dress
Silk and satin, leather and lace
Black panties with an angel's face
I see magic in your eyes
I hear the magic in your sighs
Just when I think I'm gonna get away
I hear those words that you always say

Abra-abra-cadabra
I want to reach out and grab ya
Abra-abra-cadabra
Abracadabra

Every time you call my name
I heat up like a burnin' flame
Burnin' flame full of desire
Kiss me baby, let the fire get higher

I heat up,
 I can't cool down
My situation goes 'round and 'round
I heat up,
 I can't cool down
My situation goes 'round and 'round
I heat up
I can't cool down

My situation goes 'round and 'round

steve miller band

cerai!!!

Cerai, ini kata yang akan gue bahas disini. Tapi, ini bukan cerita pribadi gue ataupun keluarga kerabat gue. Ini adalah cerita omet nyokap gue. Gue juga deket ama keluarga ini, ya secara gitu yah tetangga. Makanya gue ngerasa tersentuh aja. Jadi, awal dilema tetangga gue ini karna suami nya punya perempuan lain. Gue juga gak nyangka padahal suaminya keliatan kalem” aja soleh gitu sih keliatannya sama kyak istrinya. Gue juga gak tau kenapa suaminya bisa setega itu, gue sih lebih menitikberatkan ke anaknya. Ya, secara gitu anaknya baru kelas 2 SD yang satu lagi baru 1 tahun. Gue juga sempet beberapa kali kerumahnya gitu, dan gue liat temen nyokap gue itu lagi nangis” , kayaknya sih lagi curhat gitu sama ibunya. Gue biasa panggil tetangga gue itu mba evi. Mba evi tuh sebenernya gak punya ortu, jadi dia cuma punya orang tua asuh, gue juga gak tau cerita jelasnya gimana. Nah.., di situ dia nangis di depan anak” nya dan di depan gue. Aduh…, gue yang bukan anaknya aja merasa tersentuh apalagi anaknya yang masih kelas 2 SD itu. Kalo gue pasti bakalan ikut nangis X_X. Pasti kalian yang baca ini juga gak bakalan kuat. Gue aja yang pernah denger ortu gue berantem walaupun gak sering ngerasa langsung DROP. OK next..,

Gue  ama mba ini, ya secara gitu dia udah tau suami nya kayak gitu tapi dia tetep sabar. Gak ngomel", lempar perabotan terus kabur dari rumah bahkan gak  minta cerai. Eh…, yang minta cerai malah suaminya kan kampretttt…., gimana nasib anak mu pak -___-
Gue gak akan cerita banyak”, karna ini bukan cerita gue. Ya gue takut aja ini kan bisa di bilang a*b.
Ada kata” yang bikin gue sedih, nyokap gue cerita pas mereka lagi curhat – curhatan sambil bercucuran air mata.
jadi,  ini percakapan anak mba evi dengan ayahnya.
ayah      : “De, ade ikut ke Brebes yah ama ayah”
Anak      :”Gak ah, aku mau sama mamah aja, biarin aku mah gak makan juga yang penting aku mau sama mamah”
Ayah      :”Nanti kalo ayah di usir gimana?, ini kan rumah mbah uti” (mba uti itu ortu asuh mba evi)
Anak      :”ya, udah ayah kan punya rumah di kosambi. Ayah pindah aja”

Ucapan anak ini dewasa sekali.., ada hal yang nyokap gue sedih juga. Jadi mba evi ini kalo malem suka shalat tahajud, nah…, si anak ini sempet nanya. “ Mah, mamah kalo malem suka shalat apa si?” “shalat tahajjud” jawab mba evi. “Nanti ajarin aku yah mah”, kata anaknya  mba evi Cuma jawab iya. Akhirnya di ajarin tuh anaknya. Mba evi ini cerita kalo anaknya ini sehabis sahalat tahajjud suka diem merenung gitu. Ya ampun.., anak kelas 2 SD bisa seperti ini. Mungkin ada perasaan terpendam dari anak ini. Gue kelas 2 SD boro” shalat sunnah, shalat 5 waktu juga ya hmmmm….,

Gue tuh cuma takut ama psikologi si anak ini, apalagi anak mba evi ini perempuan. Tapi, gue tau kok perempuan itu lebih kuat dari pada laki – laki. *loh…,? Tapi kan dia masih kecil -___-. Haha..,

Menurut gue nih ya perempuan itu emang jauh lebih bisa mengontrol dirinya dari pada laki – laki. Mereka bisa 1000 kali lebih tegar dari laki – laki. Karena mereka tau mereka adalah perempuan. 100 orang laki – laki bejat udah biasa, tapi kalo 1 perempuan bejat. Deuh…, udah deh pasti. You knowlah…,

Kamis, 05 September 2013

2. Curhat untuk sahabat

Gaun hitammu menyambar kaki meja, lalu menyapu ujung kakiku. Kamu sengaja berdandan. Membuatku agak malu karena muncul berbalut jaket jins, celana khaki. Dan badan sedikit demam.

“ Kamu tidak tahu betapa pentingnya malam ini” katamu, tertawa, tersipu, seakan minta dimaklumi. Pastinya kamu yang merasa tampil berlebihan, karena kamu tadi di telpon, kita hanya akan makan malam sambil mendengarkan curhat.

Sebotol muscat yang terbalur dalam kepingan es diantarkan ke meja. Dudukku langsung tegak, jangan – jangan malam ini memang betulan penting.
Anggur itu berusia enam tahun. Gaun itu Cuma keluar sekali dalam dua tahun. Restoran ini terkhir kamu pilih saat ulang tahun hari jadi jatuh cintamu ke -1, empat tahun lalu.

“ ada yang perlu dirayakan? Selain kamu baru sembuh sakit dan aku tidak enak badan?” tanyaku

“malam ini aku lahir baru”

“kamu…, bertobat?”

“bisa jadi itu istilahnya.” tawamu menggelak – gelak lepas, lalu kamu mengatur napas. ”aku ……. Selesai”
Mataku menyipit menunggu penjelasan

“selesai! Semua sudah selesai. Lima tahun sudah cukup. Aku berhenti menunggu. Berhenti berharap. Cheers!” Kamu dentingkan gelasmu ke gelasku

Bulu kudukkku  meremang tersapu bahwa demam yang  tiba – tiba melonjak sesaat diadalam tubuh. Atau pendingin ruangan yang terlampau sejuk. Piano mengalun terlalu indah di kuping. Kamu terlalu cantik saat menyerukan ikrara kebebasanmu. Aku merinding lagi dan selapis keringat dingin menyembul di tepi kening.

“Kenapa?” tanyaku, dan kamu pasti sudah siap untuk itu. Untuk sepotong kata tanya itulah kamu berdandan, mengenakan baju terbaikmu, dan memilih tempat ini.

Tolong jangan tersinggung jika kubilang aku tahu apa yang akan terjadi berikutnya. Pertama, akan ada jeda kosong sekurang – sekurangnya tiga menit, dimana aku akan melipat tangan di dada sambil memandagimu sabar, dan kamu akan memandang kosong ke satu titik, seolah di titik itulah halte tempat berbagai kenangan tentangnya berkumpul dan siap diangkut ke seluruh tubuhmu. Mulutmu lalu berkata – kata tentangnya, matamu di penuhi olehnya, dan tak lama lagi kamu akan terlapisi saput yang tak bisa kutembus. Hanya kamu sendirian disitu. Dan kamu tak pernah tahu itu.

Ceritamu kerap berganti selama lima tahun terakhir. Semenjak kamu resmi tergila – gila padanya. Kadang kamu bahagia, kadang kamu biasa – biasa, kadang kamu nelangsa. Namun saput itu selalu ada. Kadang membuatku ingin gila.

“Aku menyadari sesuatu waktu aku sakit kemarin.” Kamu mulai bertutur setelah Sembilan puluh detik menatap piano. “Satu malam aku sempat terlalu lemas untuk bangun, padahal aku cuma ingin ambil minum. Tidak ada siapa – siapa yang bisa kumintai tolong…”

Jaketku harus kurapatkan. Sensai meriang itu datng lagi.

“Malam itu rasanya aku sampai ke titik terendah. Aku capek. Dan kamu tahu? Aku tidak butuh dia. Yang kubutuhkan adalah orang yang menyayangi aku.. dan segelas air putih.”

Kepalamu menunduk, matamu terkatup, kamu sedang menahan tangis. Malam panjang kita resmi dimulai.

“Tapi..aku janji… tangisan ini buat yang terakhir kali..” katamu tersendat, antara tawa dan isak. Berusaha tampil tegar.

Dan inilah saatnya aku menepuk halus punggung tanganmu. Dua – tiga kali tepuk. Dan tibalah saatnya kamu terseguk – seguk. Tak terhitung banyaknya. Lalu bedak dan lipstikmu meluntur tergosok tisu.

“Orang…yang begitu tahu aku sakit..mau jam berapapun..langsung datang..” Susah payah kamu bicara.

Aku ingat malam itu. Hujan menggelontor sampai dahan – dahan pohon tua di jalanan rumahku rontok seperti daun kering. Teleponku berdering pukul setengah dua belas malam. Aki mobilku kering, jadi kupinjam motor adikku. Sayangnya adikku tak punya jas hujan. Dan aku terlalu terburu – buru untuk ingat bawa baju ganti .Ada seseorang yang membutuhkanku. Ia minta dibelikan obat flu karena stok dirumahnya habis. Ia lalu minta dibawakan segelas air, yang hangat. Aku menungguinya sampai ia ketiduran. Dan wajahnya saat memejamkan mata, saat semua kebutuhannya terpenuhi, begitu damai. Membuatku lupa bahwa berbaju basah pada tengah malam bisa mengundang penyakit. Saat itu ada yang lebih penting bagiku daripada mengkhawatirkan virus influenza. Aku ingin membisikkan selam tidur, jangna bermimpi. Mimpi mengurangi kualitas istirahatnya. Dan untuk bersamaku, ia tak perlu mimpi.

Napasmu mulai terdengar teratur. Air mata masih mengalir satu – satu, tapi bahumu tak lagi naik turun. Kamu menatapku lugu, “Keinginan itu…tidak ketinggian, kan?”

Lama baru aku bisa menggeleng. Tak ada yang muluk dari obat flu dan air putih. Tapi kamu mempertanyakannya seperti putri  minta dibuatkan seribu candi dalam semalam.

“Jadi, sekarang kamu mau bagaimana?” Demikian ciri khas malam curhat kita. Kamu tidak butuh intruksi. 

Aku hanya bertindak seumpama cermin yang memantulkan segala yang kamu inginkan. Kamu sudah tahu harus berbuat apa, sebagaimana kamu selalu tahu perasaanmu, kepedihanmu dan langkahmu berikutnya. Kamu hanya butuh kalimat Tanya.

“Aku akan diam,” jawabmu dengan nada mantap yang membuat sengguk dan isak barusan seolah tak pernah terjadi.

“Diam?”

“Ya. Diam! Diam di tempat. Tidak ada lagi usaha macam – macam, mimpi muluk – muluk. Karena aku yakin di luar sana, pasti ada orang yang mau tulus sayang sama aku, yang mau menemani aku pada saat susah, pada saat aku sakit..”

Kamu selalu tahu kebutuhanmu dari waktu ke waktu. Yang tidak kamu tahu adalah kamu sendirian dalam saput itu.

Gelas – gelas kita kembali diisi. Lagi, kamu mengajakku mengadu keduanya, dan kali ini dengan semringah kamu berkata. “Demi penantian yang baru! Yang tidak muluk – muluk! Cheers!”

Sesuatu dalam ruangan ini terlau menyakitkan bagiku. Entah semburan angin dari mesin pendingin atau suara piano yang mengiris – iris kuping. Entah anggur ini terlalu tua bagi lidahku atau cinta ini terlalu tua bagi hatiku. Kurapatkan jaketku hingga tak bias ditarik kemana – mana lagi.

“Kamu sakit?” Kudengar kamu bertanya dengan nada cemas. Kulihat kedua alismu spontan bertemu, menunjukkna rasa heran yang sungguhan.

“Ya.”



“Gara – gara kehujanan waktu kerumahku itu, ya?”


ini adalah salah satu cerpen rectoverso yang ceritanya cukup sederhana. Katanya sih ini cerita yang paling disukai ama pembacanya gitu :p. Entah kenapa ceritanya bikin merinding..,
Kadang sahabat bisa kayak tempat sampah yang bakalan nampung semua cerita sedih lo, gembira lo, nelangsa lo bahkan di saat lo lagi biasa - biasa aja.
aduh.., tapi jangan kayak tempat sampah deh sedih aja gitu -_- apalagi kalo cuma jadi cermin saat dengerin dia cerita.
gue ngebahas kata "sahabat" di cerita ini loh ya, ya kira" sih begitu.
you know lah persahabatan apa yang di cerpen ini. persahabatan yang kadang bisa bikin serba salah. 

RECTOVERSO